Sunday, April 19, 2009

REFLEKSI KISAH UHUD

Ada satu fragmen dalam sirah Nabawiyah yang begitu dikenal oleh umat Islam, karena selain menampilkan syahidnya 70 putra terbaik umat ini, juga karena RasuluLlah saw sendiri mengalami luka yang cukup parah. RasuluLlah tentu tidak sedih dengan luka-luka yang menimpanya, namun yang mengharukan beliau adalah ke-70 syuhada tadi, terlebih salah seorang di antaranya adalah paman tercinta beliau Hamzah ra. Kematian Hamzah bahkan sempat membuat beliau meminta kaum Anshar meratapinya, walaupun akhirnya ditegur Allah. Itulah perang Uhud, perang yang menyisakan kenangan heroik sekaligus kesedihan bagi kaum muslimin.
Perang Uhud terjadi pada tanggal 15 Syawal 3 H di bukit Uhud. Perang ini terjadi 13 bulan setelah perang Badar (17 Ramadhan 2 H). Bila perang Badar sangat dikenang sebagai lambang kemenangan umat Islam, sementara Uhud justru sebaliknya. Tulisan ini tidak bermaksud mengungkap apa yang terjadi sebelum dan ketika perang Uhud terjadi. Itu sudah sangat dikenal dan banyak diulas, baik kejadiannya maupun hikmahnya. Tulisan ini justru tertarik untuk mengungkap apa yang terjadi sesudah perang Uhud, terutama sejak pasukan Muslimin tiba di Medinah dan hari-hari berikutnya. Bila kekalahan perang Uhud kita anggap sebagai musibah (bahasa kitanya krisis), maka tulisan ini ingin mengungkap bagaimana RasuluLlah saw mengelola musibah (krisis) men-jadi fadhilah (supremasi) kembali.
Secara singkat dapat diceritakan bahwa sejak tiba di Medinah beliau dan para sahabat semuanya membereskan peralatan perang dan merawat yang luka-luka. Tak ada gumaman untuk mencari siapa yang menyebabkan kekalahan mereka. Meskipun hati mereka sedih karena kekalahan fisik di Uhud, namun hal itu tidak mempengaruhi etos mereka untuk tetap menyelesaikan pekerjaan 'membereskan bekas perang'. Sepintas tak terlihat adanya kekalahan besar yang menimpa mereka. Intinya, mereka benar-benar ihsan bekerja (husnul ihtimal). Malam harinya mereka men-dekatkan diri pada Rabb Pencipta dan Pemilik Semesta (Taqarrub IlaLlaah), tempat kembalinya 70 syuhada dan segala urusan mereka.
Tak disangka dan diduga, subuhnya (16 Syawal) RasuluLlah meminta mereka menyiapkan peralatan perang kembali. Di tengah lelah letih, sakit luka, dan kurang tidur, mereka menerima seruan itu dengan segera (istijaabah fauriyah). Beliau tidak memperkenankan sahabat yang tidak ikut perang pada hari sebelumnya untuk ikut perang subuh itu, kecuali seorang, yaitu Jabir bin Abdullah. Artinya, tentara yang dibawa Muhammad adalah tentara yang secara fisik 'sudah harus turun mesin', tapi tidak secara mental: mereka fresh karena semalaman berkhalwat dengan Kekasih mereka, Allah swt. Hendak kemana mereka? Ternyata mengejar Quraisy yang kemarin kembali ke Mekah dengan suka cita. Pengejaran ini dikenal sebagai Ekspedisi Hamra Al Asad.
Sebelum berangkat, RasuluLlah mendapat kabar dari seorang pemuka kabilah Khuza'ah, sekutu RasuluLlah yang masih kafir bernama Ma'bad bin Abu Ma'bad, bahwa pasukan Quraisy sedang pesta pora di Rauha. Di satu tempat yang benama Sahra Al Asad – tak jauh dari Rauha – pasukan Muslimin berhenti. Setelah memasang tenda, malam harinya mereka menyalakan api unggun besar-besaran. Dari kejauhan nampak bahwa itu adalah pasukan besar, dan itu terlihat oleh Abu Sufyan dan kawan-kawannya. Terlebih Ma'bad juga mendatangi Abu Sufyan dan menceritakan secara belebihan bahwa pasukan Muhammad sangat besar karena ditambah orang-orang Medinah yang belum ikut dalam perang kemarin.
Pendek cerita, Abu Sufyan dan kawan-kawannya menyegerakan kembali ke Mekah dengan ketakutan (ada juga riwayat yang menceritakan hal itu terjadi selama 3 hari). Padahal semula mereka bersuka-cita, bahkan diriwayatkan mereka sebenarnya merencanakan untuk tidak kembali ke Mekah sebelum masuk ke Medinah untuk menghabisi kaum Muslimin yang luka-luka dan kelelahan.
Dengan kejadian yang terakhir ini, banyak kabilah yang sebelumnya mendengar kekalahan kaum Muslimin di Uhud dan mengejek serta berniat konfrontasi dengan Muhammad, mengurungkan niatnya. Mereka melihat, ternyata pasukan Muhammad masih kuat, sehingga membuat Quraisy tunggang langgang. Hanya beberapa kabilah, khususnya Yahudi yang tidak mengetahui kejadian terakhir, yang tetap melaksanakan konfrontasi dengan pasukan Muhammad. Tapi akhirnya semua dikalahkan. Reputasi Muhammad dan pasukannya tetap berkibar. Hanya dalam waktu kurang lebih 24 jam (atau riwayat lain 3x24 jam) beliau telah berhasil merubah krisis (musibah) berupa kekalahan fisik menjadi supremasi (keutamaan, fadhilah) berupa kemenangan politis. SubhanaLlah.
"Maka mereka kembali dengan nikmat dan fadhilah yang besar dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah memiliki fadhilah yang besar" (Q.S. 3: 174).
Pelajaran apa yang dapat kita petik agar kita juga dapat melakukan hal yang sama saat mendapat musibah atau krisis, seperti krisis ekonomi yang menimpa kita belakangan ini misalnya?
Pelajaran pertama:
sabar dalam menerima musi-bah/krisis. Ini dibuktikan oleh dua hal.
Pertama, Secara verbal dengan mengucapkan inna liLlaahi wa innaa ilaihi raaji'uun (Q.S. 2: 155-156)
"… Beri kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengatakan 'inna liLlaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".

Kedua, secara aktual melalui sikap husnul ihtimal (baik dalam menanggung beban), yaitu tidak letih, tidak lesu menerima apa yang menimpa kita (Q.S. 3: 146). Ini dibuktikan dengan tetap bekerja.

"Dan berapa banyak nabi yang berperang bersamanya sejumlah besar dari pengikutnya yang taqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu serta tidak pula menyerah. Allah menyukai orang-orang yang sabar"

Pelajaran kedua:
Introspeksi dan retrospeksi. Dibuktikan minimal dengan tidak saling menyalahkan. Lebih jauh adalah mengevaluasi dan menganalisis sebab-sebab musibah/krisis, baik secara syar'iyah maupun kauniyah. Introspeksi mereka dibuktikan dengan do'a berikut (di ma-lam hari): "Rabbanaghfirlanaa dzunuubanaa wa israafanaa fii amrinaa wa tsabbit aqdaamanaa wanshurnaa 'alal qaumil kaafiriin" (Q.S. 3: 147).

"Dan tidak ada ucapan mereka kecuali 'Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam urusan kami, dan kuatkanlah pendirian kami serta to-longlah kami dari orang-orang kafir"
Evaluasi mereka ada 2 sisi: pertama, yang menyangkut dzunub, yaitu segala hal yang secara substansi bernilai dosa. Ini misalnya ketidaktaatan pasukan pemanah yang justru turun dari bukit. Sisi kedua adalah israf, yaitu segala sesuatu yang secara substansi boleh namun dilakukan secara berlebihan. Yang ini biasanya sulit terdeteksi, namun kalau dianalisis, secara kauniyah dapat diketahui. Dalam kehidupan kita, misalnya makan, secara substansi dia boleh namun menjadi dosa manakala 'sekenyang-kenyangnya'. Dalam kasus Uhud, mungkin salah satunya adalah keinginan pada ghanimah yang berlebihan. Ingin ghanimah sebenarnya dibolehkan, namun jika sudah berlebihan ujung-ujungnya melanggar perintah.
Tujuan introspeksi dalam arti tidak saling menyalahkan (mencari kambing hitam) adalah untuk tetap mempertahankan sikap mental agar tidak down, karena hanya orang yang sikap mentalnya tegarlah yang dapat menyelesaikan persoalan. Tak akan muncul solusi yang baik dari orang-orang yang jatuh mentalnya. Ini difahami Muhammad saw sehingga beliau dan juga para sahabat tidak sekali-kali mencari kambing hitam.

Tujuan introspeksi dalam arti evaluasi adalah dalam rangka mengetahui kesalahan dan kelemahan kolektif (bukan orang per orang). Dengan cara itu kita dapat menghindar dari kesalahan yang sama, bahkan dapat merumuskan langkah berikut yang lebih baik.
Memang untuk evaluasi ini dibutuhkan selain kemampuan berfikir kualitatif, justru yang paling penting adalah kemampuan berfikir kuantitatif agar hasil evaluasinya terukur. Saya sangat husnuzhan bahwa keberangkatan RasuluLlah dengan segera pada subuh itu adalah hasil perhitungan matang mengenai kemungkinan keterkejaran pasukan Quraisy. Dan ternyata memang beliau dapat mengejarnya pada jarak hanya 9 mil dari kota Medinah.
Pelajaran ketiga:
Ini berkaitan dengan yang kedua, yaitu bersegera membuat strategi baru untuk memecahkan masalah/musibah/krisis. Lihatlah bagaimana RasuluLlaah saw yang hanya selang beberapa jam sudah mampu menemukan ide yang jitu. Beliau sadar, kekalahan fisik di Uhud akan menjadi senjata bagi kabilah-kabilah lain untuk mengejek, memutuskan perjanjian, bahkan membuat konfrontasi. Artinya, bila kekalahan fisik ini dibiarkan tersebar maka akan juga menyebabkan kekalahan secara politis. Wibawa Muhammad dan umatnya menjadi tertawaan. Syukur alhamduliLlah dengan segala kejeniusan spiritual (ketakwaan) dan kejeniusan intelektual (cerdas dan cepat menemukan solusi), maka Muhammad tetap mampu menegakkan Izzatul Islam wal Muslimin
oleh : M Shohibul Imam



No comments:

SEBUAH INSPIRASI...

KIAT MERAIH MIMPI

1. Luruskan niat, ikhlas karena Allah
2. Sempurnakan ikhtiar, keep moving
3. Setelah lelah berusaha, serahkan sepenuhnya hasilnya
kepada Allah...TAWAKAL

DAN IMAN ITU ADALAH....
Ketika rizki melimpah, sesungguhnya Allah sedang mengajari arti sebuah rasa syukur...
Ketika kita rapuh menghadapi masalah, sesungguhnya Allah sedang mengajari arti tawakal untuk menegakkan langkah..
Ketika kita kehilangan sesuatu, sesungguhnya Allah sedang mengajarkan arti keikhlasan..
Ketika kita sedang mengalami musibah, sesungguhnya Allah sedang mengajari arti kesabaran..